Sunday, November 27, 2011

Buta Mata Tetapi jangan Buta Hati

Kebutaan Indonesia Kedua Di DUnia
Suatu berkah kenikmatan yang terkadang terlupakan untuk kita sadari ketika kita bangun dari tidur adalah mata yang masih dapat melihat. Mata merupakan salah satu organ penting yang berfungsi sebagai jalur informasi yang memegang peran sebesar 82%. Kita dapat belajar, menikmati lingkungan sekitar, dan mengenali anggota keluarga kita dengan mata. Bahkan bagi mereka yang mengalami gangguan refraksi miopi, yang sering dikenal dengan mata minus, hal yang pertama mereka cari ketika bangun tidur adalah kacamata.
Dapat kita bayangkan begitu besar peran mata untuk melihat bagi kita. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2010, WHO mengestimasikan  banyaknya penduduk dengan gangguan visual sebesar 285 juta (65% berusia diatas 50 tahun). 246 juta diantaranya mengalami low vision (63% berusia lebih dari 50 tahun) dan  39 juta diestimasi akan mengalami kebutaan  (82% berusia lebih dari 50 tahun 50). Sekiar 90% penderita gangguan penglihatan tinggal di negara berkembang seperti Asia Tenggara. Tiga penyabab utama gangguan penglihatan adalah uncorrected refractive errors, cataract and glaucoma. Semakin banyak populasi lansia dunia namun kebutaan karena kondisi kronik juga meningkat. Padahal ketiga penyebab kebutaan terbesar ini dapat dicegah.
 Oleh karena itu Lions Clubs International bekerja sama dengan  organisasi pencegahan kebutaan diseluruh dunia untuk memperingati World Sight Day (Selanjutnya disingkat WSD). World Sight Day pertama kali diperingati pada tanggal 8 October  1998. Satu tahun kemudian, tahun 1999, WHO bersama dengan International Agency for Prevention of Blindness mengupayakan gerakan dengan skala global“Vision 2020, The Right To Sight”, yaitu gerakan yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kebutaan yang sebetulnya dapat dicegah.Diharapkan dengan adanya gerakan ini, sekitar 100 juta orang yang berpotensi mengalami gangguan penglihatan serta kebutaan dapat ditanggulangi dan dicegah dalam jangka waktu sekitar 20 tahun.
Beberapa komunitas dan organisasi non-goverment bekerja sama dengan WHO dan IAPB untuk mempromosikan WSD dengan tujuan: 1) Meningkatkan kesadaran publik terhadap gangguan penglihatan dan kebutaan sebagai isu kesehatan internasional. 2)Mempengaruhi pemerintah, khususnya departemen kesehatan untuk berpartisipasi dan menyediakan anggaran untuk program pencegahan kebutaan nsional. 3) Mengedukasi masyarakat tentang pencegahan kebutaan, VISION 2020 serta aktivitasnya, dan agar memberikan dukungan aktivitas program VISION 2020.
Secara global Indonesia adalah negara dengan pemilik kebutaan tertinggi kedua setelah Etiopia di dunia, dimana masalah kebutaan saat ini belum menjadi program prioritas bagi pemerintah. Besaran angka gangguan penglihatan itu sekitar 3x lebih besar, misalnya di indonesia diestimasikan angka kebutaan 1.5% dari populasi penduduk, berarti  angka gangguan penglihatan sekitar 4.5% dari populasi penduduk . Penyebab  buta yang terutama 52% adalah katarak. Insidensi per tahunnya 1% dari jumlah populasi penduduk,  namun yang bisa terlayani dari 1/1000 jumlah penduduk,sekitar 220.000, hanya sekitar 100.000, 120.000 lainnya tak tertangani dan menjadi katarak develop. Belum lagi dari penyebab kebutaan lainnya, seperti glukoma, low vision,dan lain-lain.
Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mensukseskan program VISION 2020, mulailah dari hal kecil. Dalam program ini, mahasiswa (khususnya mahasiswa kedokteran) dapat berpartisipasi. Melalui wawancara yang saya lakukan dengan Dr. Adji saat perayaan WSD di Bandung, beliau menyarankan “Buatlah aksi yang lebih ke arah keinginan komunitas dengan menyentuh permasalahan-permasalahan yang ada disana karena kita sebagai tenaga medis  basicnya akan back to community. Medical practicioner harus mementingkan masalah yang ada disekitarnya daripada masalah individu. Kita harus mengerti dan berempati terhadap masalah yang ada di komunitas –dalam hal ini kebutaan- karena masalah kebutaan adalah masalah komunitas yang harus ditangani bersama.” Inilah salah satunya isu yang harus diangkat, Indonesia memiliki angka KEBUTAAN yang menempati urutan KEDUA setelah Etiopia DI DUNIA. Bagi mahasiswa fakultas lain yang memang peduli dengan masalah lingkungan disekitarnya bisa membuat program yang nantinya bekerjasama dengan mahasiswa kedokteran atau yayasan atau rumah sakit atau puskesmas sekitar. Kalau dr. Adji bilang “Anda datang ke Cicendo, anda lihat masalah-masalahnya, lalu anda punya program untuk diajukan, nanti kita sama-sama lakukan dan pihak cicendo akan membantu. Kita disini terbuka untuk program-program hal seperti itu.”.
Suatu pencerahan bagi penulis yang mengikuti rangkaian acara tersebut 2 hari berturut-turut. Banyak hal-hal yang mahasiswa tidak sadari di lingkungan sekitarnya bahwa masalah komunitas itu banyak lho! Ini merupakan pengalaman sekaligus pelajaran hidup yang berharga. Ditengah masyarakat yang memandang mereka dengan sebelah mata karena keterbatasan mereka, mereka harus bangkit untuk melanjutkan hidup, “life must go on, whatever i’m now, i must up my head and show them that i’m a normal people like others who can ‘standing’on my own feet. Maybe my eyes blind, but not my heart, not my skin, not my ears, not my hands, and not my foot”.. Bagi mereka dukungan keluarga dan lingkungan sekitar sangat mereka butuhkan dan membantu bagi jiwa mereka yang harus siap menerima kekurangan. Begitulah yang teman-teman low vision katakan Subhanallah, sungguh suatu semangat yang seharusnya kita contoh sebagai mahasiswa yang Alhamdulillah masih diberikan kesempurnaan oleh Tuhan Yang Maha Penyayang.           
Dari fakta diatas, terbayangkan betapa permasalahan kesehatan mata itu menjadi masalah bersama? Nah, Apa yang bisa kita lakukan? Melalui World Sight Day ini setidaknya mari kita tingkatkan kepedulian, kepekaan kita, dan  rangkulah mereka yang mengalami gangguan penglihatan, serta sukseskan VISION 2020 “RIGHT TO SIGHT”. Semoga tulisan ini dapat memberikan informasi kepada rekan-rekan sekalian.

                                                                                                            Mutiara Shinta

Referensi :
Wawancara dengan Ketua Pelaksana WSD dr. Bambang Setiadji Sp.M
Wawancara dengan Ketua Syamsi Dhuha Foundation Dra. Dian Sjarief

No comments:

Post a Comment